Asuhan
kebidanan 3
“Perdarahan
post partum akibat atonia uteri”
Oleh
TIARA
HAVEN
1021979/
II.A
DIII
Kebidanan
STIKes
MERCUBAKTIJAYA Padang
2011
/ 2012
Kata
Pengantar
Dengan mengucapkan puji syukur
kehadirat allah SWT, dan berkat rahmat dan izinnya juga penulis telah dapat
menyelesaikan makalah sesuai dengan waktu yang ditetapkan dengan judul “letak
dahi”. Tujuan pembuatan makalah ini agar bermanfaat bagi kita semua. Sehubungan
dengan hal ini, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
yang dalam kepada dosen pembimbing mata kuliah asuhan kebidanan 3.
Penulis sangat penyadari bahwa,
penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengaharapkan masukan, saran dan kritik yang menunjang untuk kesempurnan
makalah ini .
Mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi kita semua dan bagi siapa saja yang memerlukannya.
Padang, november 2011
Penulis
Daftar
Isi
Kata pengantar ................................................................
i
BAB I Pendahuluan
1.1
Latar belakang ...............................................
1
1.2
Rumusan masalah ..........................................
1
1.3
Tujuan ............................................................
1
BAB II Pembahasan
2.1
Pengertian perdarahan atonia uteri ................... 2
2.2
Penyebab atonia uteri ....................................... 2
2.3
Gejala klinis atonia uteri .................................. 3
2.4
Pencegahan atonia uteri ................................... 3
2.5
Penanganan atonia uteri ................................... 3
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan
...................................................... 10
3.2 Saran
................................................................ 10
3.3
Tinjauan kasus ................................................. 11
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan
pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan
histerektomi peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk
mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh
kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
Atonia uteri dapat disebabkan oleh
overdistention uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas
tinggi. Umur yang terlalu muda
atau terlalu tua. Multipara
dengan jarak keahiran pendek.Partus lama / partus
terlantar.Malnutrisi, Dapat juga karena
salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum
terlepas dari uterus.
1.2
Rumusan masalah
·
Apa pengertian atonia uteri?
·
Apa penyebab terjadinya atonia uteri?
·
Apa gejala klinis atonia uteri?
·
Bagaimana pencegaha atonia uteri?
·
Bagaimana penanganan atonia uteri?
1.3
Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang perdarahan post
partum akibat atonia uteri, baik dari pengertian, penyebab, gejala klinis,
pencegahan dan penanganannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Atonia uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini
(50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi
peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi
serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
2.1 Pengertian
Atonia
uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan
Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002)
2.2 Penyebab
a. Regangan
rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion atau anak terlalu
besar.
b. Kelelahan
kaerna persalinan lama.
c. Kehamilan
grande-multipara.
d. Ibu
dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita penyakit menahun.
e. Mioma
uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
f. Infeksi
intrauterin (korioamnionitis)
g. Ada
riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
2.3 Gejala
klinis
a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
b. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
2.4 Pencegahan
Atonia uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III
dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat
mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III
dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia
uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah
atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada
manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir.
Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per
liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog
sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin
merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40
menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan
antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang
dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding
oksitosin.
2.5 Penanganan
atonia uteri
a.
Penanganan umum
Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas
tindakan gawat darurat.
·
Lakukan
pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
·
Jika
dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak
terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut
dapat memburuk dengan cepat.
·
Jika terjadi
syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan cepat,
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan
transfusi darah.
·
Pastikan
bahwa kontraksi uterus baik:
·
lakukan
pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap
di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit
oksitosin IM
·
Lakukan
kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
·
Periksa
kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.
·
Jika
perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Setelah perdarahan teratasi (24 jam
setelah perdarahan berhenti), periksa kadarHemoglobin:
·
Jika Hb
kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah
sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg
per oral sekali sehari selama 6 bulan.
·
Jika Hb 7-11
g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam folat
400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
b. Penanganan khusus
·
Kenali dan
tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
·
Teruskan
pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang
menghentikan perdarahan.
·
Oksitosin
dapat diberikan bersamaan atau berurutan
·
Jika uterus
berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi
dan jahit atau rujuk segera.
·
Jika uterus
tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari
vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Antisipasi dini akan kebutuhan darah
dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan.
Jika perdarahan terus berlangsung:
Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan, lakukan:
Kompresi bimanual internal atau Kompresi aorta abdominalis
Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
Jika perdarahan terus berlangsung:
Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan, lakukan:
Kompresi bimanual internal atau Kompresi aorta abdominalis
Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
·
Jika uterus
berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan
pantau kala empat dengan ketat.Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan
keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan
perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika
hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500
ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi
KBI,Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat.
·
Jika uterus
tidak berkontraksi maka rujuk segera
Jika
perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:
·
Lakukan
ligasi arteri uterina dan ovarika.
·
Lakukan
histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi.
1) Uterotonika :
a) Oksitosin
a) Oksitosin
merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor
oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan
frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM).
Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM).
Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
b) Metilergonovin maleat
merupakan
golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit
pemberian IM.Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit
sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium
jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.Obat ini dikenal dapat menyebabkan
vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus.
Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
c) Prostaglandin (Misoprostol)
merupakan
sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa.
Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, sbekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan gangguan hepatik.
Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan masif yang terjadi.
Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, sbekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan gangguan hepatik.
Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan masif yang terjadi.
2) Kompresi Uterus Bimanual.
a) Peralatan :
a) Peralatan :
sarung tangan steril, dalam keadaan sangat gawat
lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci bersih.
b)Teknik :
·
Basuh
genetalia eksterna dengan larutan disinfektan, dalam kedaruratan tidak
diperlukan.
·
Eksplorasi
dengan tangan kiri.
·
Sisipkan
tinju kedalam forniks anterior vagina.Tangan kanan (luar) menekan dinding
abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas.
·
Tangan dalam
menekan uterus keatas terhadap tangan luar,ia tidak hanya menekan uterus,
tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya.
Kompresi
uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.Biasanya
ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan
secara sempurna.Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti
setelah kompresi bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atonia uteri merupakan penyebab
terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering
untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme
utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia uteri dapat disebabkan oleh
overdistention uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas
tinggi. Umur yang terlalu muda
atau terlalu tua. Multipara
dengan jarak keahiran pendek.Partus lama / partus
terlantar.Malnutrisi, Dapat juga karena
salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum
terlepas dari uterus.
3.2
Saran
Dalam penulisan makalah ini ,penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Maka dari itu,penulis berharap para
pembaca dapat memberi masukan terhadap penulis mengenai makalah ini.Atas saran
yang diberikan penulis ucapkan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar